Minggu, 14 Juli 2019

HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Artikel Studi Kasus PT Gudang Garam,Universitas Mercu Buana,2019


HUKUM BISNIS & LINGKUNGAN
(Studi Kasus : PT. Gudang Garam)

Dosen pengampu : PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA

Disusun Oleh :

Nama            : An Nisa Rizki Yulianti
NIM               : 43218010031




FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
AKUNTANSI S1
Jl. Meruya Selatan No.1, RT.4/RW.1, Meruya Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11650




Abstract
Kerusakan lingkungan selain disebabkan oleh faktor alam juga disebabkan oleh ulah dari manusia sendiri. Dari tahun ke tahun perkembangan jaman semakin modern, begitu pula manusia yang semakin berpikir modern. Mulai banyak pabrik-pabrik industri yang dibangun tanpa memikirkan dampak yang akan timbul. Masyarakat juga semakin mengabaikan keadaan lingkungan sekitarnya. Seharusnya masyarakat dan pengusaha tau betapa pentingnya pemanfaatan dan penanggulangan masalah pencemaran lingkungan yang baik dan benar. Seringkali pencemaran itu diartikan secara sempit sehingga pemahaman masyarakat pun terbatas tentang pencemaran lingkungan. Masa yang semakin modern dan semakin bertambahnya penduduk di bumi ini, mengakibatkan banyak lahan perkebunan dijadikan rumah sehingga tidak ada lahan lagi untuk bercocok tanam. Mulai banyak juga penebangan hutan secara liar dan illegal untuk kepentingan individual dan tanpa memperdulikan dampak yang akan terjadi di masa mendatang. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda harus memikirkan tentang kerusakan lingkungan yang terjadi di masa sekarang dan kita juga harus memikirkan masa depan kita supaya menjadi lebih baik. Sedikit gerakan kita terhadap lingkungan, akan berdampak besar terhadap keberlangsungan kehidupan kita di masa yang akan datang. Kita harus merubah sikap kita terhadap lingkungan mulai dari sekarang untuk kebaikkan kita di masa yang akan datang.
Kata kunci : alam, lingkungan, ekosistem, manusia, limbah.


INTRODUCTION

Populasi manusia secara geometris berkembang pesat, sementara daratan panen mengalami erosi, hutan merosot, spesies sedang menghadapi pemunahan, suplai air bersih berkurang, perikanan menurun dan polusi mengancam kesehatan manusia.[3] Secara keseluruhan, masyarakat sedang mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan kualitas sumberdaya alam yang semakin menurun sementara pertumbuhan yang dilakukan manusia justru tergantung kepadanya.

Pertentangan nyata ini telah mendorong banyak peneliti untuk melakukan penelitian tentang penyebab dan solusi bagi degradasi lingkungan hidup. Makalah ini menawarkan fokus serupa, namun demikian juga menerapkan suatu lensa dari perilaku organisasi untuk menghasilkan penglihatan mendalam terhadap perilaku-perilaku yang secara nyata tidak kelihatan. Di dalam pandangan penulis, permasalahan lingkungan hidup bukan semata-mata masalah teknologi atau ekonomi, tetapi juga masalah tingkah laku dan budaya. Sementara itu teknologi dan kegiatan ekonomi mungkin saja menjadi penyebab perilaku yang merusak lingkungan hidup secara langsung. Adalah argumentasi penulis dimana ­kepercayaan-kepercayaan individual, norma-norma budaya dan institusi kemasyarakatan memandu pengembangan tingkah laku yang merusak lingkungan hidup. Pertanyaan dalam diri penulis, kemudian, harus mempertimbangkan bagaimana perilaku individual dan sosial membentuk persepsi mereka terhadap lingkungan hidup dan bagaimana mungkin individu, organisasi, dan nilai instrumental dapat mengabadikan perilaku yang merusakkan lingkungan hidup itu.


Penulis mulai dengan satu asumsi sederhana bahwa manusia, menurut sejarah, telah terlibat dalam perilaku yang merusak lingkungan hidup dan berada dalam posisi yang bertentangan dengan kepentingan lingkungan bagi kemampuannya bertahan hidup dalam jangka panjang. Karena kecenderungan inilah, banyak peluang telah hilang untuk mengoreksi disfungsionalitas ini.

Ada pendapat bahwa banyak atribut yang menghilangkan peluang bagi ilmu sosial dan ilmu politik untuk mempromosikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Penulis tidak setuju. Bagaimanapun, para  ilmu pengetahuan sosial dan politik memfokuskan pada seberapa jauh persepsi dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial, politik, ekonomi, dan struktur sosial mempengaruhi proses perilaku yang merusak lingkungan hidup. Perilaku yang merusak lingkungan hidup ini mencakup perilaku-perilaku yang memfokuskan kebutuhan yang dengan segera harus dipenuhi dan tidak memperhitungkan masa depan dan secara bersamaan mengabaikan nilai dari modal lingkungan hidup dan dampak negatifnya. Berbagai jenis perilaku ini mengantar penulis pada pemikiran tentang bagaimana tiga tingkat dari batasan organisasi dapat membatasi kemampuan kita untuk merasakan kerusakan lingkungan hidup.

Fokus penulis adalah suatu analisa multi-level dari perusakan lingkungan hidup. Pertama, penulis mempertimbangkan bagaimana individu dipandu di dalam persepsi tentang permasalahan lingkungan hidup mereka melalui penyimpangan kognitif. Kedua, penulis mempertimbangkan bagaimana individu dipengaruhi di dalam persepsi dan penyimpangan ini oleh organisasi di mana mereka menjadi bagiannya. Akhirnya, penulis mempertimbangkan institusi-institusi yang tetap berlaku dan memandu kesadaran masyarakat dalam hubungan serta dampaknya terhadap lingkungan hidup. Hanya dengan cara mengidentifikasikan pokok masalah ini kita memahami keberlangsungan dari perilaku yang merusak lingkungan hidup.

Literature Review

 Latar belakang mengapa manusia melakukan perusakan lingkungan hidup adalah sangat luas. Weick[4] berpendapat, latar belakang yang luas tersebut dapat mendorong orang untuk menghindari pemberian ­perhatian pada isu lingkungan hidup. Karena luasnya, maka sulit bisa memilah-milah penyebab motivasi orang untuk merusak lingkungan hidup. Penulis melihat tiga lensa yang menyediakan sudut yang bermanfaat dan memungkinkan perhatian sedemikian rupa, sehingga lebih banyak sarjana dapat menemukan lebih banyak cara untuk  membuat analisis.

Analisis multi-level penulis memfokuskan pada perilaku organisasi, satu wilayah dari penelitian akademis yang mungkin saja masih jarang menjadi inti diskusi tentang isu perusakan lingkungan hidup ini. Ketidakhadirannya dalam diskusi-diskusi itu, bagaimanapun, bukan berarti tidak diketahui atau tidak dipertimbangkan. Gladwin[5] menaruh perhatian terhadap kontribusi yang hilang ini dengan cara meminta suatu aplikasi dari teori organisasi bagi penelitian tentang manajemen lingkungan hidup dari korporasi. Dia berargumentasi bahwa “teori sosiologi menyinggung kepada organisasi yang memegang janji terbesar untuk meningkatkan pemahaman manusia tentang bagaimana “greening sociology” bekerja.[6] Dan berikutnya, Stem dan Barley[7] menantang bidang perilaku organisasi untuk menghasilkan lebih banyak pekerjaan berhubungan dengan isu yang terkait dengan relevansi sosial yang lebih lebar dibanding dengan lingkungan kerja mereka, seperti lingkungan hidup.

Mereka berargumentasi bahwa kontribusi akademis kepada beberapa isu tersebut yang paling besar datang dari ahli ekonomi dan pengacara, tetapi fokus disiplin mereka lebih pada mekanisme yang memaksa dari kebijakan dan hukum untuk menjelaskan serta memecahkan permasalahan masyarakat. Mereka mengabaikan konteks organisasi sistemik dimana mekanisme yang memaksa dari kebijakan dan hukum itu didasarkan.

Baru-baru ini, lingkungan hidup telah mulai berkembang sebagai sebuah topik perhatian di dalam manajemen penelitian. Tetapi, topik tersebut tetap menjadi lingkup perhatian dari suatu kelompok kepentingan khusus, lebih daripada suatu topik yang dikenal baik oleh sebagian besar manajemen penelitian. Di dalam lingkup spesifik ini, sebagian besar dari penelitian saat ini memfokuskan pada tindakan strategis dari organisasi individual[8] dan bukan terhadap isu sosial dimana hal itu menarik perhatian para peneliti perilaku organisasi. Tetapi, penulis percaya bahwa isu lingkungan hidup ada di antara sebagian besar isu yang penting bagi para ahli perilaku organisasi untuk dijelaskan, dipahami, dan dikoreksi. Isu lingkungan hidup terletak pada suatu peristiwa unik dari kedua ilmu, baik ilmu fisik dan ilmu pengetahuan sosial­, melebar pada komponen dari suatu kelompok yang lebih luas dari disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu politik, ekonomi, manajemen, engineering, biologi, ilmu kimia, dan ekologi.[9] Perilaku organisasi menawarkan berbagai lensa untuk memahami isu kompleks ini. Pada level individu, organisasi, dan institusional, – perilaku organisasi menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana persepsi dan penormaan sosial tentang isu lingkungan hidup berlangsung, serta oleh karena itu, menyoroti sumber mendasar dari perilaku yang merusak lingkungan hidup.

Dengan menerapkan teori organisasi dan tingkah laku pada pemahaman penciptaan permasalahan lingkungan hidup, makalah ini menguji sistem kognitif, budaya, dan institusional dari individu dan organisasi. Penulis berniat untuk beralih perhatian di luar pengkajian dari tindakan individual untuk mempertanyakan dengan tepat ­sumber mendasar apa sehingga tindakan itu terjadi. Penulis melihat jalur dari penyelidikan ini sebagai hal yang kritis untuk memahami sifat dari isu lingkungan hidup tersebut: bagaimana konsepsi dari isu lingkungan hidup diciptakan dan bagaimana hasil konsepsi itu di dalam tindakan individual serta organisasi yang mungkin saja bertentangan dengan kepentingan jangka panjang kita?

Bagian akhir dari makalah ini, penulis akan menyajikan suatu ikhtisar tentang apa yang penulis lihat sebagai contoh-contoh kritis dari perilaku yang merusak lingkungan hidup. Penulis kemudian ingin mempertimbangkan kreasi dan pengabadian perilaku ini dengan pemahaman mendalam dari penelitian tentang tiga tingkat – perilaku individual, perilaku  organisasi, dan perilaku institusi yang memandu persepsi mereka terhadap realita perusakan lingkungan hidup.


Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah, Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem. Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi kehidupan manusia. Pada tahun 2004, High Level Threat Panel,Challenges and Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari sepuluh ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German Alliance for Development Works(Alliance), United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) danThe Nature Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko bencana di suatu kawasan.
Penyebab kerusakan lingkungan hidup secara umum bisa dikategorikan dalam dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Letusan gunung berapi, banjir, abrasi, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami merupakan beberapa contoh bencana alam. Bencana-bencana tersebut menjadi penyebab rusaknya lingkungan hidup akibat peristiwa alam. Meskipun jika ditelaah lebih lanjut, bencana seperti banjir, abrasi, kebakaran hutan, dan tanah longsor bisa saja terjadi karena adanya campur tangan manusia juga. Penyebab kerusakan lingkungan yang kedua adalah akibat ulah manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. Ini mengingat kerusakan yang dilakukan bisa terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, dan tanah dan lain sebagainya.

Perilaku Merusak Lingkungan hidup
Penulis menggolongkan perilaku yang merusak lingkungan hidup ke dalam tiga kategori: (1) pertumbuhan populasi manusia; (2) konsumsi yang berlebihan akan sumberdaya alam: hutan, perikanan, sungai, dan seterusnya, dan; (3) polusi udara, air, dan daratan. Tinjauan singkat apapun terhadap topik yang luas ini sungguh-sungguh akan sangat selektif dan merefleksikan opini dari penulis. Tujuan penulis hanya menyediakan beberapa perspektif kepada perilaku yang merusak lingkungan hidup yang sedang kita pikirkan ketika kita beralih kepada akar penyebab individual, organisasional, dan institusional dari perusakan atau pembinasaan lingkungan hidup.

Pertumbuhan Populasi Manusia
Populasi dunia sedang berkembang sekitar 1,5 persen setiap tahun, dan secara kasar bertambah 90 juta orang di dunia ini setiap tahunnya. Pada tahun 1990, populasi dunia telah berjumlah 5,3 milyar. Pada tahun 2025, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 8,5 milyar. Pada saat itu petani akan memerlukan hasil tanaman padi 50 persen lebih banyak dibandingkan sekarang, dan itu hanya untuk memenuhi permintaan populasi saja.[10] Tetapi, pertumbuhan ini tidak seragam di seluruh dunia. Walaupun fakta dimana sumberdaya alam tidak bisa mendukung suatu populasi besar, namun lebih dari 90 persen pertumbuhan populasi dunia itu terjadi di negara-negara berkembang, dimana pertumbuhan rata-rata 2,3 persen.[11] Afrika misalnya, ­laju pertumbuhan populasinya 3,0 persen per tahun.[12] Sebagai hasilnya, sebagian besar dari sekitar 20 hingga 25 persen populasi dunia hidup di dalam “kemiskinan absolut” – didefinisikan dari pendapatan per kapita kurang dari 370 dollar per tahun – tinggal dalam ­negara-negara berkembang.[13]

Konsumsi Yang Berlebihan Atas Sumberdaya Alam
Kebutuhan untuk memperluas dukungan materi bagi perkembangan populasi dunia mengakibatkan masyarakat industri menempatkan permintaan terhadap lingkungan hidup alam untuk pertumbuhan serta stabilitas mereka yang berkelanjutan. Pengembangan di seluruh dunia memaksa permintaan yang signifikan atas pemenuhan dari sumberdaya alam – dengan demikian mengancam stabilitas dari ekosistem. Untuk mendukung kebutuhan populasi masa kini, banyak sumber-sumber daya alam yang sedang dieksploitasi sehingga akan menghalangi manfaatnya bagi generasi masa depan. Sebagai contoh, populasi dari banyak spesies ikan akan jatuh di bawah ukuran yang diperlukan untuk meyakinkan kesinambungan hidup mereka. Sementara itu, dengan mengetahui bahwa populasi ikan sudah semakin berkurang, orang akan meninggalkan ketergantungan pada ikan dan mencari-cari sumber lain untuk makanan dan mata pencaharian ekonomi.
Sementara itu, kebutuhan pembangunan gedung-gedung juga menuntut pemenuhan berbagai bahan material seperti kayu, semen dan pasir yang diperoleh dari pengerukan sumberdaya alam yang berlebih, sehingga semakin mempertajam kerusakan lingkungan hidup alam.

Polusi
Selain perusakan lingkungan hidup diakibatkan oleh pertumbuan populasi penduduk dan konsumsi yang berlebihan atas sumberdaya alam, masyarakat industri juga memberikan dampak perusakan lingkungan hidup lebih lanjut, yakni terhadap ekosistem melalui emisi dari hasil sampingan limbah dari materi yang digunakan serta dimanipulasi.

Sebagian besar dari hasil polusi dunia adalah dari pemborosan sistem produksi[14], menghasilkan perusakan sumber-sumber daya alam yang berpengaruh pada merosotnya jaminan kesehatan manusia dan binatang, serta mahluk hidup non hewani lainnya, yang sebetulnya adalah populasi yang sedang dilayani. Di desa di dalam banyak negara berkembang, sebagai contoh, sedikitnya 170 juta orang kekurangan akses untuk membersihkan air untuk minuman, masakan, dan cucian.[15] Penduduk di kota-kota seperti Bangkok, Beijing, Mexico City, dan Sao Paulo dipaksa untuk tinggal dan hidup di udara yang tidak cocok untuk bernafas.[16]

Secara ringkas, kita mencari cara untuk menjelaskan kecenderungan perilaku yang merusak lingkungan hidup melalui kondisi kelebihan populasi penduduk, konsumsi yang berlebih atas sumberdaya alam dan pengotoran lingkungan hidup.

Sebuah Perspektif Perilaku Tentang Perilaku Merusak Lingkungan hidup
Ketika warga negara, wartawan, dan akademisi menjelaskan penyebab suatu perilaku (misalnya suatu perilaku yang merusak lingkungan hidup), maka pada umumnya mereka cenderung mengidentifikasikan satu penyebab yang spesifik[17]. Penyebab spesifik itu pada umumnya ada pada satu tingkat analis yang juga spesifik (misalnya tingkat organisasi). McGill[18] berpendapat bahwa individu itu berupaya untuk menjelaskan kejadian berbasis pada satu bentuk penyebab tunggal, bahkan ketika berbagai penyebab ganda jelas ada. Penulis berpendapat bahwa kondisi ini mengakibatkan kegagalan kebijakan ketika pembuat keputusan memfokuskan hanya pada satu faktor penentu dari perilaku yang merusak lingkungan hidup. Dalam bagian ini, penulis berpendapat tidak hanya untuk berbagai penyebab, tetapi juga untuk tingkat persimpangan anal­isis bagi pemahaman perilaku yang merusak lingkungan hidup. Penulis mulai dengan yang paling mikro – kognisi dari pembuat keputusan, kemudian pindah ke organisasi, dan akhirnya, kepada institusi dimana institusi itu akan mempengaruhi individu dan organisasi.





Perspektif Level Individual
Inti pada perusakan lingkungan hidup adalah berjuta-juta keputusan yang dibuat oleh konsumen, para insinyur, agen pembangunan, eksekutif, pembuat keputusan kebijakan, dan lain-lain. Beberapa perusakan terjadi oleh karena egoisme. Beberapa pembuat keputusan merusak lingkungan hidup karena mereka tidak akan ambil pusing dengan generasi masa depan. Bagaimanapun, penulis percaya bahwa banyak degradasi dapat dilacak kepada kualitas yang buruk dari keputusan yang dibuat oleh individu tanpa perhatian pada suatu pengaruh parasitik terhadap lingkungan hidup. Penulis juga berpendapat bahwa orang sering gagal dalam membuat berbagai macam keputusan yang sistematis dan dapat diramalkan sehingga menuju pada perusakan lingkungan hidup. Penyimpangan ini, secara tipikal, terjadi tanpa kesadaran dari individu. Dalam makalah ini, penulis menyajikan penelitian tentang keputusan yang terkait dengan tingkah laku sebagai lensa analisis mikro yang bermanfaat untuk memahami perilaku secara umum di level individual yang merusak lingkungan hidup.

Methods

Lingkungan kita telah banyak yang rusak. Kerusakan lingkungan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan cara - cara mengatasi kerusakan lingkungan sebagai berikut :
·         Reboisasi atau penghijauan di lahan yang telah rusak
·         Mencegah penebangan liar dan menerapkan sistem tebang pilih
·         Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan menggantinya dengan bahan bakar alternatif
·         Membuat sengkedan di daerah lereng pegunungan yang digunakan sebagau lahan pertanian.
·         Mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan
·         Menggunakan bahan-bahan yang mudah diuraikan mikroorganisme di tanah
·         Menerapkan prinsip 4R yaitu
Reduce, artinya mengurangi pemakaian
Reuse, artinya memakai ulan
Recycle, artinya mendaur ulang
Replant, artinya menanam atau menimbun sampah organik

Melakukan upaya remidiasi, yaitu membersihkan permukaan tanah dari berbagai macam polutan


Result and Discussion

Ratusan Orang Protes Gudang Garam


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ratusan Orang Protes Gudang Garam", https://regional.kompas.com/read/2010/08/08/1802276/Ratusan.Orang.Protes.Gudang.Garam.
Kompas.com - 08/08/2010, 18:02 WIB

KEDIRI, KOMPAS.com - Ratusan warga dari Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, memprotes pembuangan limbah yang dilakukan oleh pabrik rokok PT Gudang Garam Tbk karena menyebabkan pencemaran. Masyarakat menuntut penghentian pembuangan limbah pabrik supaya mereka bisa hidup sehat, bebas dari penyakit infeksi saluran pernafasan atas. Massa terdiri dari seluruh warga mulai orangtua, remaja hingga anak-anak, Minggu (8/8/2010) berjalan kaki berkeliling desa dengan mengenakan masker untuk melindungi dari asap, bau dan abu yang disebabkan oleh pembuangan limbah pabrik. Setelah berjalan kaki, penduduk desa yang mengatasnamakan diri Warga Peduli Lingkungan ini berkumpul di lapangan Desa Putih dan menggelar acara doa bersama.

Acara doa bersama ini bertujuan meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya dilindungi dari dampak buruk pencemaran limbah pabrik, seperti yang selama ini dialami warga. Masyarakat yang berasal dari Desa Putih dan Desa Gampengrejo ini juga memasang puluhan baliho berisi keterangan kawasan terkena dampak limbah pabrik GG serta seruan untuk menghentikan pencemaran sekarang juga demi lingkungan yang sehat. Sujarwo Ketua RT 2/1 Desa Gampengrejo mengatakan pencemaran mulai dirasakan warga sejak empat tahun terakhir, setelah Gudang Garam menambah cerobong asap yang mengarah langsung ke desanya. Dari cerobong itu setiap hari menghasilkan asap yang berwarna hitam pekat yang apabila terhirup mengakibatkan sesak nafas karena bau pembakaran tembakau yang menyengat. Asap ini juga terasa sangat pedih di mata serta membawa abu-abu yang beterbangan ditiup angina ke rumah-rumah warga. Selain mengakibatkan rumah warga menjadi kotor, abu atau debu yang keluar dari cerobong Gudang Garam juga menempel di berbagai makanan, pakaian bahkan air yang digunakan untuk konsumsi warga. Sujarwo mengatakan telah banyak warganya yang terserang penyakit terutama infeksi saluran pernafasan atas akibat pencemaran limbah pabrik, termasuk istrinya sendiri yang sempat dirawat di rumah sakit. "Pada prinsipnya, warga tidak ingin meminta kompensasi apapun dari pabrik. Mereka hanya ingin lingkungannya kembali bebas dari pencemaran, supaya warga dan anak cucunya bisa hidup normal," ujar Mashudi koordinator aksi yang menambahkan warganya juga banyak terserang penyakit diare dan desentri.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ratusan Orang Protes Gudang Garam", https://regional.kompas.com/read/2010/08/08/1802276/Ratusan.Orang.Protes.Gudang.Garam.




Warga Gugat PT Gudang Garam dan Kementerian Lingkungan Hidup

TEMANGGUNG, suaramerdeka.com - Kisruh pengepresan tembakau di gudang milik PT Gudang Garam, di Jalan Raya Bulu-Parakan, terus berlanjut. Kini warga dari empat desa disekitar gudang desa, yakni Ngimbrang, Danupayan, Mondoretno, dan Pandemulyo melakukan gugatan. Tak tanggung-tanggung warga dari empat desa di Kecamatan Bulu, itu menggugat PT Gudang Garam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemkab Temanggung.

Mereka tidak terima akibat pencemaran yang muncul  dari aktivitas pengepresan tembakau rajangan oleh PT Gudang Garam di daerah tersebut. Gugatan dengan nomor perkara 9/PDT.G/2014/PN.TMG itu disidangkan untuk kali pertama Rabu (26/3) di  Pengadilan Negeri (PN) Temanggung. Dalam gugatan disebutkan para tergugat adalah PT Gudang Garam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Dinas Lingkungan  Hidup Temanggung. Serta turut tergugat adalah Pemda (Bupati), Ketua DPRD dan Disperindagkop dan UMKM.

Kelompok warga penggugat diwakili kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum Solidaritas asal Bawen Kabupaten Semarang. Tim Kuasa Hukum warga terdiri dari Endar Susilo, Edi Santoso, Sianto, Muhammad Masykur, Eko Putro Hasnanto, Kusumandityo, dan Mirzam Adli.

Dalam persidangan perdana dengan agenda penetapan jadwal persidangan itu, Ketua Majelis Hakim Maruli Tumpal Sirait, memutuskan untuk menunda persidangan hingga Rabu (2/4) pekan depan.

Pasalnya, pada sidang kemarin, PT Gudang Garam selaku tergugat pertama justru tidak menghadiri sidang. "Sidang kita tunda satu pekan, jadinya Rabu (2/4). Ditunda karena kalau dilihat dari sifat gugatan yakni class action, tergugat pertama PT Gudang Garam tidak datang dan tidak ada kabar. Kita tidak ingin menjalani persidangan secara parsial (sebelah_red), nanti akan ada pemanggilan lagi pada tergugat I dan jika hadir kan jadi imparsial," ujar Maruli, Rabu (26/3).
Edi Santosa, salah satu kuasa hukum penggugat, menerangkan, pihaknya mewakili masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik rokok Gudang Garam dalam  masalah hukum ini.
Menurutnya, warga mengeluhkan Aktivitas pengepresan yang menimbulkan polusi dan pencemaran yang amat mengganggu dan membuat sakit warga.
"Akibat pencemaran ada warga meninggal dunia, stroke, ada yang masih di rawat di rumah sakit. Ini masalah lingkungan hidup, yang dampaknya kurang baik dan terkadang menjadi kejahatan korporasi. Kalau tidak diperiksa di pengadilan malah nanti jadi hukum rimba masyarakat ngawur akhirnya malah ditangkapi," kata Edi.
Terkait ketidakhadiran perwakilan dari PT Gudang Garam di persidangan, dia menganggap perusahaan rokok ternama tersebut kurang menghormati hukum. Semestinya di negara hukum harus menghormati hukum.
"Kenapa Gudang Garam dipanggil sidang tidak datang, dia sudah menginjak-injak hukum, kalau tahu hukum dinegara kita ya hormati. Silahkan saja tidak hadir sampai tiga kali malah rakyat bisa merdeka," tegasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan mengapa di dalam materi gugatan ada pemkab dan DPRD karena, dua pihak tersebut selama ini dianggap melakukan pembiaran atas permasalah warga dengan PT Gudang Garam.
Abdul Jalil (54), warga Desa Mondoretno, menegaskan bahwa warga tetap menginginkan proses pengepresan sejak tahun 2012 itu ditutup permanen dan tidak hanya sementara seperti saat ini. Pasalnya, akibat pencemaran membuat warga terganggu kesehatan, kenyamanan, dan ketentramannya. ( Raditia Yoni Ariya / CN37 / SMNetwork )
27 Maret 2014 | 00:10 wib | Suara Kedu & DIY

Analisis Data
Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia sekarang ini semakin meluas akibat semakin banyaknya penduduk di Indonesia, dan kurangnya perhatian mereka terhadap lingkungan hidup di sekitarnya yang sebenarnya memiliki banyak manfaat yang apabila tidak dijaga dan dilestarikan maka akan menjadi rusak dan merugikan kita. Kerusakan lingkungan yang ada di Indonesia banyak sekali yang terjadi yang dapat menyebabkan berbagai dampak serius seperti banjir, tanah longsor, polusi udara, maupun pencemaran lingkungan.

Pencemaran lingkungan tersebut seperti halnya yang terjadi di Temanggung Jawa Tengah yang di akibatkan oleh pengepresan tembakau di PT. Gudang Garam.
Pengepresan tembakau di PT Gudang Garam Temanggung Jawa Tengah mengakibatkan pencemaran lingkungan dan polusi di sekitar pabrik yang banyak dikeluhkan masyarakat sekitar karena pengepresan tembakau tersebut mengakibatkan bau yang tidak sedap dan polusi sehingga mengganggu kenyamanan warga sekitar PT. Gudang Garam, akibatnya banyak warga sekitar yang mengalami berbagai penyakit seperti Stroke bahkan ada yang sampai meninggal dunia akibat bau dan polusi yang berasal dari PT. Gudang Garam tersebut.
Memang seharusnya PT. Gudang Garam digugat ke pengadilan karena telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat. dan masyarakat berhak untuk menggugat karena telah mengganggu kenyamanan dan ketentraman hidup serta merugikan lingkungan sekitar tempat tinggal penduduk.
Pemerintah Daerah sendiri seharusnya memperhatikan masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah Kabupaten maupun desa yang saat ini kurang diperhatikan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah harus mengetahui apakah perusahan yang berdiri di bidang rokok tersebut telah memiliki izin dalam melakukan pengepresan tembakau karena pada umumnya apabila perusahan atau pelaku usaha memiliki izin maka pelaku usaha tidak dapat berbuat sewenang-wenang dan mampu memperhatikan apakah usahanya mengganggu masyarakat atau lingkungan sekitar atau tidak karena dalam pembuatan izin atau AMDAL harus dengan persetujuan masyarakat yang berada di sekitar pelaku usaha tersebut. Apabila usahanya dapat merugikan masyarakat sekitar maka masyarakat sekitar dapat menolak pendirian usaha tersebut.

Begitu juga dengan PT. Gudang Garam di Temanggung yang memang belum memiliki izin karena pengepresan tembakau yang dilakukan oleh PT. Gudang Garam masih dalam uji coba memanfaatkan tembakau yang dibeli dari petani Temanggung tahun 2013. Hal ini berdasarkan tuturan Kepala Pengepresan Tembakau PT. Gudang Garam Agus Slamet Sugito di Temanggung.
Meskipun pengepresan itu sebenarnya sudah menggunakan peralatan dengan teknologi terbaru dari Italia, tetapi teknologi tersebut ternyata belum sempurna karena masih menimbulkan polusi dan pencemaran lingungan yang merugikan masyarakat sekitar.
Pemerintah harus segera menangani masalah tersebut sebelum bertambah banyak dampak yang akan ditimbulkan dari pengepresan tembakau tersebut karena meskipun kegiatan usaha itu memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang menganggur akan tetapi dampaknya lebih merugikan masyarakat, jika memang kegiatan pengepresan itu dilanjutkan maka pihaknya harus secepatnya membuat izin resmi dan memikirkan bagaimana cara mengatasi polusi dan bau yang tidak sedap yang mengganggu masyarakat tersebut.
















Conclusion and Recomendation

Kerusakan lingkungan bukan hanya disebabkan karena faktor alam, tetapi juga dari ulah manusia itu sendiri. Manusia yang menciptakan pencemaran dan manusia pula yang menjadi sasarannya. Sejauh mana kesadaran manusia menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dan sejauh mana usaha yang dilakukan manusia untuk mengejarnya. Manusia sebagai sasaran pencemaran sering tidak menyadari bahwa mereka telah memperoleh perlakuan tidak adil akibat pencemaran. Lingkungan perlu kita jaga dan lestarikan supaya ekosistem yang ada di dalamnya tetap seimbang dan kita bisa menikmati alam dan seisinya. Alam bisa menjadi sahabat bagi manusia jika kita mau menjaga dan memelihara kelestariannya, salah satunya dengan memperhatikan dan mengatasi tingkat pencemaran yang terjadi di alam. Tapi alam juga bisa menjadi musuh bagi manusia dan bisa memberikan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan seperti bencana alam yang terus menerus akibat jika kita tidak menjaga keseimbangan dan kelestarian alam dan tidak diperhatikan dan dipelihara.
            Manusia sekarang sudah tidak memperdulikan keadaan lingkungan sekitarnya yang semakin hari semakin rusak akibat ulah manusia itu sendiri sampai faktor dari industri-industri yang ada sekarang. Ulah manusia yang menyebabkan rusaknya lingkungan itu berasal dari kebiasaan manusia sehari-hari. Namun mereka tidak peduli dengan keadaan lingkungan yang semakin hari semakin rusak. Kita sebagai pewaris alam dari nenek moyang harus menjaga dan melestarikan alam supaya ekosistem yang ada di alam tetap seimbang.
            Manusia telah menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi rusak, oleh karena itu manusia pula yang harus memperbaikinya. Manusia harus bisa memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya dan manusia harus segera menanggulangi kerusakan ini sebelum kerusakan menjadi semakin luas. Selain menanggulangi, manusia juga harus sadar dan introspeksi diri agar tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi yaitu merusak lingkungan. Karena jika alam semakin rusak maka ekosistem yang ada didalamnya pun lama-lama bisa punah karena mereka tidak mempunyai tempat tinggal lagi yng seharusnya menjadi habitat mereka.
            Pemerintah harus tegas dalam bertindak  untuk menanggulangi kerusakan lingkungan lebih lanjut seperti kerusakan  hutan, kebakaran, asap pabrik yang membuat lapisan ozon berlubang sehingga bumi menjadi semakin panas dan banyak kerusakan lain yang disebabkan oleh manusia dengan cara reboisasi, penyuluhan tentang pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan manusia. Tapi semua itu kembali kepada diri dan kesadaran masing-masing individu terhadap lingkungan sekitarnya.
Pencemaran lingkungan yang banyak terjadi di sekitar kita seharusnya secepatnya di tangani oleh pemerintah baik pusat maupun daerah karena merugikan masyarakat, pelaku usaha sendiri harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan usahanya apalagi jika belum memiliki iziin usaha secara resmi.
Oleh karena itu pemerintah daerah harus lebih memperhatikan para pelaku usaha apakah yang dilakukan dalam usahanya itu telah mendapat izin resmi dari pemerintah atau belum, pemerintah harus lebih tegas menangani hal tersebut sehingga masyarakat menjadi terlindungi dari bahaya kerusakan lingkungan hidup yang terjadi.



KRITIK DAN SARAN
Demikian analisis kasus yang dapat saya sampaikan, dari uraian diatas sekiranya masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saya mohon kritik dan sarannya dari pembaca guna membangun analisis ini lebih baik dan analisis-analisis selanjutnya.








































Daftar Pustaka

Afan, Afandi.(2012).” Makalah Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Populasi Manusia” diunduh dari (http://afandiafan339.blogspot.com/2012/12/makalah-kerusakan-lingkungan-hidup.html), pada 26 Oktober 2013.
Harahap, Albarra.(2013).”Penanggulangan Dampak Pencemaran Lingkungan” diunduh dari (http://www.sharemyeyes.com/2013/05/penanggulangan-dampakpencemaran.html#ixzz2iogKIZ5m) pada 26 Oktober 2013
Wati, Firda.(2012).”Faktor-faktor penyebab kerusakan lingkungan hidup” diunduh dari (http://firdawatifirda.blogspot.com/2012/02/faktor-faktor-penyebab-kerusakan-sumber.html), pada 26 Oktober 2013
Gintings, Perdana.1992.Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri.Jakarta.Pustaka Sinar Harapan

Kodra, Hadi S Ali, Syaukani.2004.Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas.Bandung.Nuansa
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/kerusakan-lingkungan-dan-penyebabnya-36
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-lingkungan/839-perilaku-merusak-lingkungan-hidup-perspektif-individu-organisasi-dan-institusional.html
http://iinsetya14.blogspot.com/2018/02/hukum-lingkungan-pencemaran-lingkungan.html




Sabtu, 06 Juli 2019

15,HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Hukum Lingkungan,Universitas Mercu Buana,2019


AN NISA RIZKI YULIANTI (MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)
43218010031
PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA (DOSEN PENGAMPU)
AKUNTANSI S1

HUKUM LINGKUNGAN




Pengertian Hukum Lingkungan.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya. Hukum lingkungan dalam bahasa asing adalah “Milieurecht” (Belanda), “environment Law”(Inggris), “Umwelrecht” (Jerman). (Wikipedia)

Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup). Istilah hukum lingkungan adalah merupakan konsepsi yang masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk melindungi dan memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang disebut hukum lingkungan.
Pada tanggal 11 maret 1982 telah diberlakukan undang undang nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, di singkat dengan UULH dan disempurnakan dengan UUPLH, tanggal 19 September 1997.
Menurut penjelasan UULH, istilah “lingkungan hidup” dan “lingkungan” dipakai dalam pengertian yang sama. Lingkungan hidup bedasarkan pasal 1 angka 1 UULH-UUPLH adalah: kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli:
1. S. J. McNaughton dan Larry L. Wolf
Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme.
2. Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
3. Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dalam jasad hidup lainnya.

RUU PLH yang dihasilkan DPR telah mengalami perubahan dan penyempurnaan yang cukup substansial dibanding RUU yang diajukan oleh pemerintah (Presiden). Perubahan tersebut tidak hanya dari jumlah pasalnya saja, dari 45 menjadi 52, namun juga beberapa hal prinsip seperti perubahan pada pasal kelembagaan, termasuk kewenangan Menteri Lingkungan, impor B3, hak-hak prosedural seperti hak gugat organisasi lingkungan, dan pencantuman dasar hukum bagi gugatan perwakilan (representative action).
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan kasus sengketa lingkungan hidup pada kala itu. Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya tiga masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997, yakni:
1. Persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command and control) AMDAL maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum dijadikannya AMDAL sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
2. Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan.
3. Problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
Kerena adanya banyak kelemahan-kelemahan tersebutlah mengapa pada akhirnya UU No. 23 Tahun 1997 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No 32 tahun 2009 tidak sekedar menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya, tetapi juga secara komprehensif mengatur segala hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. UU ini pada akhirnya akan berorientasi pada penguatan institusional terutama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan peran seluruh elemen untuk memandang kasus lingkungan sebagai problem bersama yang subtansial.

DASAR HUKUM DALAM MENGELOLA LINGKUNGAN
1. Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat
Bedasarkan Pasal 5 ayat (1) UULH-UULPH hak ini dimiliki setiap orang, yaitu orang seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Walaupun demikian, di samping mempunyai hak, menurut pasal 5 ayat (2) UULH “setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya”.
Penuangan hak perseorangan berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak merupakan hak asasi pada tingkat Undang-Undang Dasar tetapi hanya hak biasa pada Tingkat Undang-Undang.

2. Hak Untuk Berperan Serta dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hak ini terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UULH, berdampingan dengan kewajiban setiap orang untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, mencakup tahap perencanaan maupun tahap tahap pelaksanaan dan penilaian. Hakekat sebenarnya dari hak berperanserta adalah dalam prosedur pengambilan keputusan tata usaha negara, khususnya tentang izin lingkungan.

JENIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan digolongkan kepada:
1. Sengketa Hukum Administratif
2. Sengketa Hukum Pidana
3. Sengketa Hukum Perdata
4. Sengketa Hukum Internasional
5. Class Action

Istilah Class Action (CA) atau disebut pula dengan actio popularis diartikan dalam bahasa Indonesia secara beragan di sebut dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok atau ada juga yang menyebutkan gugatan berwakil.

Peraturan Mahkamah Agung/PERMA No 1 tahun 2002 Memuat beberapa prinsip yaitu:
1. Persyaratan jumlah anggota kelompok (prinsip numerosity)
Perma ini tidak menetapkan kriteria tentang berapa jumlah paling sedikit supaya disebut gugatan class action.
2. Prinsip kesamaan fakta, Hukum dan Tipikalis
Prinsip ini merupakan karakter khusus dari class action yang di sebut commonality. Harus adanya kesamaan masalah, dasar hukum, kesamaan tuntutan dari para korban dan pembelaan yang dilakukan oleh tergugat.
3. Prinsip Kelayakan Mewakili (Adequancy of Representation)
Perma menentukan bahwa wakil kelompok haruslah memiliki sifat: kejujuran, kesungguhan, kemampuan, pendidikan dan status sebagai wakil kelompok
4. Formal Gugatan
Adanya fakta yang mendasari gugatan(posita) dan inventarisasi tuntutan (petitum)
5. Posita Gugatan
Mekanisme beracara biasanya di haruskan supaya berisikan data atau identifikasi fakta-fakta atau peristiwa yang jelas.
6. Identitas Penggugat
Identitas diharuskan bagi wakil kelompok secara lengkap dan jelas
7. Surat Kuasa
Dalam perma ini tidak diisyaratkan surat kuasa khusus

8. Penetapan tentang sah atau tidak Gugatan Perwakilan
Pada awal pemeriksaan di persidangan pengadilan secara wajib memeriksa mengenai kriteria gugatan perwakilan
9. Prinsip Pemberitahuan kepada Anggota Kelompok
Apabila hakim telah menyatakan sah mengenai gugatan perwakilan, maka setelah itu hakim segera memerintahkan penggugat untuk mengajuan usulan model pembritahuan kepada kelompoknya.
Dengan cara: langsung, media cetak, media elektronik, pengumuman di kantor pemerintah.
10. Pernyataan opt out dan opt in
Opt out yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas keluar dari keanggotaan kelompok.
Opt in yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas masuk dari keanggotaan kelompok.
11. Konsekuensi Putusan terhadap Pernyataan keluar
Konsekuensi putusan class action tidak mengikat para anggota yang keluar (pasal 8 ayat 2). Artinya yang mengajukan pernyataan keluar lepas dari tanggung awab gugatan secara penuh.
12. Putusan Hakim
Dalam pasal 19 putusan hakim mengabulkan gugatan secara class action berisi: jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi, langkah langkah yang wajib di tempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

1. Legal Standing
Istilah legal standing disebut juga dengan standing, ius standi, persona standi. Bila di Indonesiakan menjadi hak gugat atau adapula yang menyebutnya dengan kedudukan gugat, sementara UUPLH 1997 dalam pasal di atas menyebutnya dengan “hak mengajukan Gugatan”.

1. Citizien Standing/Citizien Law Suit
Citizien Standing/Citizien Law Suit adalah hak gugat yang menyangkut masyarakat, LSM, Warga Negara, atau orang perorangan.
Korban pencemaran lingkungan dapat secara sendiri-sendiri atau di wakili oleh orang lain menggugat pencemaran untuk meminta ganti rugi atau untuk meminta pencemar melakukan tindakan tertentu.
1. Hak Gugat (legal standing) secara umum
Artinya secara keperdataan seseorang hanya memiliki hak untuk menggugat apabila ia memiliki kepentingan yang dirugikan oleh orang lain. Hali ini dapak kita lihat dalam pasal 34 UUPLH.

1. Hak gugat (legal standing) LSM
Menurut UUPLH pasal 37, LSM memiliki locus standi atau legal standing untuk mengajukan gugatan atas nama masyarakat.

1. Gugatan ganti rugi acara biasa
Bedasarkan UUPLH, korban pencemaran lingkungan dapat meminta civil remedy berupa ganti rugi(compensation). Ada dua macam tanggung jawab perdata (civil liability) yang di atur dalam UUPLH, yaitu tanggung jawab bedasarkan kesalahan (liabilty based on fauly) UUPLH Pasal 34 jo Pasal 1365 KUH Perdata dan tanggung jawab seketika (strict liabilty) UUPLH Pasal 35 ayat 1.


1. Gugatan Perwakilan Kelas (class action)
Bedasarkan UUPLH Pasal 37 memberi kemungkinan pada masyarakat untuk mengajukan gugatan perwakilan (class action) dalam kejadian atau pencemaran lingkungan hidup. Menurut pasal ini, masyarakat banyak sebagai sebagai anggota kelas (class members) dapat diwakili oleh sekelompok kecil orang yang disebut perwakilan kelas (class representative).

Contoh kasus :
Tentang Pelanggaran Hukum Lingkungan yang dilakukan oleh Perusahaan di Indonesia
Sebagai contoh kasus pencemaran limbah dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 3628/Pid.B/2011/PN.SBY. Dalam putusan ini, Terdakwa merupakan wakil dari sebuah perusahaan yang terbukti secara sah melakukan dumping limbah industri ke media lingkungan hidup tanpa izin sehingga menyebabkan sungai tercemar. Untuk itu, Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 8 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Contoh gugatan ganti rugi dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang Nomor: 26/Pdt.G/2009/PN.TPI. Gugatan ini merupakan gugatan perwakilan kelompok terhadap Para Tergugat yang melakukan penambangan dan penimbunan dermaga yang mengakibatkan pencemaran terhadap air laut dan ekosistem laut serta menimbulkan kematian ikan dan habitat laut tempat mata pencaharian Para Penggugat.
Untuk itu, Majelis Hakim menyatakan tindakan Para Tergugat yang mengakibatkan pencemaran terhadap air laut merupakan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian materiil dan imateriil. Majelis Hakim mengabulkan gugatan Para Penggugat dan memerintahkan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada masing-masing Penggugat sebesar Rp. 2,88 miliar, dan ditambah dengan kerugian immaterial sebesar Rp 5 miliar, jadi total ganti rugi yang harus dibayarkan oleh tergugat sebesar Rp10,76 miliar.












DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa
2. Arus Akbar Silondae, SH., LL.M., dan Wirawan B. Ilyas, SE., SH., Msi., MH. " Pokok-Pokok Hukum Bisnis", Salemba Empat Publisher, 2011.
3. Richard Burton S, SH, "Aspek Hukum dalam Bisnis", Reneka Cipta, Jakarta, 2007.
4. R. Goenawan Oetomo, SH., MBA., "Pengantar Hukum Perburuhan & Hukum Perburuhan di Indonesia", Grhadhika Press Publisher, Jakarta, 2004.
5. Supriadi, SH., M.Hum, "Hukum Lingkungandi Indonesia" Sinar Grafika, 2013.

SUMBER:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perburuhan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Abdul Rachmad Budiono, 1995. HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA. Yang menerbitkan PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.





HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Artikel Studi Kasus PT Gudang Garam,Universitas Mercu Buana,2019

HUKUM BISNIS & LINGKUNGAN (Studi Kasus : PT. Gudang Garam) Dosen pengampu : PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA Disusun Oleh : ...