Sabtu, 06 Juli 2019

15,HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Hukum Lingkungan,Universitas Mercu Buana,2019


AN NISA RIZKI YULIANTI (MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)
43218010031
PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA (DOSEN PENGAMPU)
AKUNTANSI S1

HUKUM LINGKUNGAN




Pengertian Hukum Lingkungan.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya. Hukum lingkungan dalam bahasa asing adalah “Milieurecht” (Belanda), “environment Law”(Inggris), “Umwelrecht” (Jerman). (Wikipedia)

Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup). Istilah hukum lingkungan adalah merupakan konsepsi yang masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk melindungi dan memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang disebut hukum lingkungan.
Pada tanggal 11 maret 1982 telah diberlakukan undang undang nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, di singkat dengan UULH dan disempurnakan dengan UUPLH, tanggal 19 September 1997.
Menurut penjelasan UULH, istilah “lingkungan hidup” dan “lingkungan” dipakai dalam pengertian yang sama. Lingkungan hidup bedasarkan pasal 1 angka 1 UULH-UUPLH adalah: kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli:
1. S. J. McNaughton dan Larry L. Wolf
Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme.
2. Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
3. Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dalam jasad hidup lainnya.

RUU PLH yang dihasilkan DPR telah mengalami perubahan dan penyempurnaan yang cukup substansial dibanding RUU yang diajukan oleh pemerintah (Presiden). Perubahan tersebut tidak hanya dari jumlah pasalnya saja, dari 45 menjadi 52, namun juga beberapa hal prinsip seperti perubahan pada pasal kelembagaan, termasuk kewenangan Menteri Lingkungan, impor B3, hak-hak prosedural seperti hak gugat organisasi lingkungan, dan pencantuman dasar hukum bagi gugatan perwakilan (representative action).
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan kasus sengketa lingkungan hidup pada kala itu. Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya tiga masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997, yakni:
1. Persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command and control) AMDAL maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum dijadikannya AMDAL sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
2. Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan.
3. Problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
Kerena adanya banyak kelemahan-kelemahan tersebutlah mengapa pada akhirnya UU No. 23 Tahun 1997 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No 32 tahun 2009 tidak sekedar menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya, tetapi juga secara komprehensif mengatur segala hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. UU ini pada akhirnya akan berorientasi pada penguatan institusional terutama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan peran seluruh elemen untuk memandang kasus lingkungan sebagai problem bersama yang subtansial.

DASAR HUKUM DALAM MENGELOLA LINGKUNGAN
1. Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat
Bedasarkan Pasal 5 ayat (1) UULH-UULPH hak ini dimiliki setiap orang, yaitu orang seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Walaupun demikian, di samping mempunyai hak, menurut pasal 5 ayat (2) UULH “setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya”.
Penuangan hak perseorangan berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak merupakan hak asasi pada tingkat Undang-Undang Dasar tetapi hanya hak biasa pada Tingkat Undang-Undang.

2. Hak Untuk Berperan Serta dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hak ini terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UULH, berdampingan dengan kewajiban setiap orang untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, mencakup tahap perencanaan maupun tahap tahap pelaksanaan dan penilaian. Hakekat sebenarnya dari hak berperanserta adalah dalam prosedur pengambilan keputusan tata usaha negara, khususnya tentang izin lingkungan.

JENIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan digolongkan kepada:
1. Sengketa Hukum Administratif
2. Sengketa Hukum Pidana
3. Sengketa Hukum Perdata
4. Sengketa Hukum Internasional
5. Class Action

Istilah Class Action (CA) atau disebut pula dengan actio popularis diartikan dalam bahasa Indonesia secara beragan di sebut dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok atau ada juga yang menyebutkan gugatan berwakil.

Peraturan Mahkamah Agung/PERMA No 1 tahun 2002 Memuat beberapa prinsip yaitu:
1. Persyaratan jumlah anggota kelompok (prinsip numerosity)
Perma ini tidak menetapkan kriteria tentang berapa jumlah paling sedikit supaya disebut gugatan class action.
2. Prinsip kesamaan fakta, Hukum dan Tipikalis
Prinsip ini merupakan karakter khusus dari class action yang di sebut commonality. Harus adanya kesamaan masalah, dasar hukum, kesamaan tuntutan dari para korban dan pembelaan yang dilakukan oleh tergugat.
3. Prinsip Kelayakan Mewakili (Adequancy of Representation)
Perma menentukan bahwa wakil kelompok haruslah memiliki sifat: kejujuran, kesungguhan, kemampuan, pendidikan dan status sebagai wakil kelompok
4. Formal Gugatan
Adanya fakta yang mendasari gugatan(posita) dan inventarisasi tuntutan (petitum)
5. Posita Gugatan
Mekanisme beracara biasanya di haruskan supaya berisikan data atau identifikasi fakta-fakta atau peristiwa yang jelas.
6. Identitas Penggugat
Identitas diharuskan bagi wakil kelompok secara lengkap dan jelas
7. Surat Kuasa
Dalam perma ini tidak diisyaratkan surat kuasa khusus

8. Penetapan tentang sah atau tidak Gugatan Perwakilan
Pada awal pemeriksaan di persidangan pengadilan secara wajib memeriksa mengenai kriteria gugatan perwakilan
9. Prinsip Pemberitahuan kepada Anggota Kelompok
Apabila hakim telah menyatakan sah mengenai gugatan perwakilan, maka setelah itu hakim segera memerintahkan penggugat untuk mengajuan usulan model pembritahuan kepada kelompoknya.
Dengan cara: langsung, media cetak, media elektronik, pengumuman di kantor pemerintah.
10. Pernyataan opt out dan opt in
Opt out yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas keluar dari keanggotaan kelompok.
Opt in yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas masuk dari keanggotaan kelompok.
11. Konsekuensi Putusan terhadap Pernyataan keluar
Konsekuensi putusan class action tidak mengikat para anggota yang keluar (pasal 8 ayat 2). Artinya yang mengajukan pernyataan keluar lepas dari tanggung awab gugatan secara penuh.
12. Putusan Hakim
Dalam pasal 19 putusan hakim mengabulkan gugatan secara class action berisi: jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi, langkah langkah yang wajib di tempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

1. Legal Standing
Istilah legal standing disebut juga dengan standing, ius standi, persona standi. Bila di Indonesiakan menjadi hak gugat atau adapula yang menyebutnya dengan kedudukan gugat, sementara UUPLH 1997 dalam pasal di atas menyebutnya dengan “hak mengajukan Gugatan”.

1. Citizien Standing/Citizien Law Suit
Citizien Standing/Citizien Law Suit adalah hak gugat yang menyangkut masyarakat, LSM, Warga Negara, atau orang perorangan.
Korban pencemaran lingkungan dapat secara sendiri-sendiri atau di wakili oleh orang lain menggugat pencemaran untuk meminta ganti rugi atau untuk meminta pencemar melakukan tindakan tertentu.
1. Hak Gugat (legal standing) secara umum
Artinya secara keperdataan seseorang hanya memiliki hak untuk menggugat apabila ia memiliki kepentingan yang dirugikan oleh orang lain. Hali ini dapak kita lihat dalam pasal 34 UUPLH.

1. Hak gugat (legal standing) LSM
Menurut UUPLH pasal 37, LSM memiliki locus standi atau legal standing untuk mengajukan gugatan atas nama masyarakat.

1. Gugatan ganti rugi acara biasa
Bedasarkan UUPLH, korban pencemaran lingkungan dapat meminta civil remedy berupa ganti rugi(compensation). Ada dua macam tanggung jawab perdata (civil liability) yang di atur dalam UUPLH, yaitu tanggung jawab bedasarkan kesalahan (liabilty based on fauly) UUPLH Pasal 34 jo Pasal 1365 KUH Perdata dan tanggung jawab seketika (strict liabilty) UUPLH Pasal 35 ayat 1.


1. Gugatan Perwakilan Kelas (class action)
Bedasarkan UUPLH Pasal 37 memberi kemungkinan pada masyarakat untuk mengajukan gugatan perwakilan (class action) dalam kejadian atau pencemaran lingkungan hidup. Menurut pasal ini, masyarakat banyak sebagai sebagai anggota kelas (class members) dapat diwakili oleh sekelompok kecil orang yang disebut perwakilan kelas (class representative).

Contoh kasus :
Tentang Pelanggaran Hukum Lingkungan yang dilakukan oleh Perusahaan di Indonesia
Sebagai contoh kasus pencemaran limbah dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 3628/Pid.B/2011/PN.SBY. Dalam putusan ini, Terdakwa merupakan wakil dari sebuah perusahaan yang terbukti secara sah melakukan dumping limbah industri ke media lingkungan hidup tanpa izin sehingga menyebabkan sungai tercemar. Untuk itu, Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 8 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Contoh gugatan ganti rugi dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang Nomor: 26/Pdt.G/2009/PN.TPI. Gugatan ini merupakan gugatan perwakilan kelompok terhadap Para Tergugat yang melakukan penambangan dan penimbunan dermaga yang mengakibatkan pencemaran terhadap air laut dan ekosistem laut serta menimbulkan kematian ikan dan habitat laut tempat mata pencaharian Para Penggugat.
Untuk itu, Majelis Hakim menyatakan tindakan Para Tergugat yang mengakibatkan pencemaran terhadap air laut merupakan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian materiil dan imateriil. Majelis Hakim mengabulkan gugatan Para Penggugat dan memerintahkan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada masing-masing Penggugat sebesar Rp. 2,88 miliar, dan ditambah dengan kerugian immaterial sebesar Rp 5 miliar, jadi total ganti rugi yang harus dibayarkan oleh tergugat sebesar Rp10,76 miliar.












DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa
2. Arus Akbar Silondae, SH., LL.M., dan Wirawan B. Ilyas, SE., SH., Msi., MH. " Pokok-Pokok Hukum Bisnis", Salemba Empat Publisher, 2011.
3. Richard Burton S, SH, "Aspek Hukum dalam Bisnis", Reneka Cipta, Jakarta, 2007.
4. R. Goenawan Oetomo, SH., MBA., "Pengantar Hukum Perburuhan & Hukum Perburuhan di Indonesia", Grhadhika Press Publisher, Jakarta, 2004.
5. Supriadi, SH., M.Hum, "Hukum Lingkungandi Indonesia" Sinar Grafika, 2013.

SUMBER:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perburuhan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Abdul Rachmad Budiono, 1995. HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA. Yang menerbitkan PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Artikel Studi Kasus PT Gudang Garam,Universitas Mercu Buana,2019

HUKUM BISNIS & LINGKUNGAN (Studi Kasus : PT. Gudang Garam) Dosen pengampu : PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA Disusun Oleh : ...