AN NISA RIZKI
YULIANTI (MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)
43218010031
PROF.DR.IR HAPZI
ALI,MM,CMA (DOSEN PENGAMPU)
AKUNTANSI S1
HUKUM LINGKUNGAN
Pengertian Hukum Lingkungan.
Hukum lingkungan dalam bidang
ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena
hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi
hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum
lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum
lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya
yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum
lingkungan di dalamnya. Hukum lingkungan dalam bahasa asing adalah
“Milieurecht” (Belanda), “environment Law”(Inggris), “Umwelrecht” (Jerman). (Wikipedia)
Hukum Lingkungan dalam
pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur tatanan lingkungan
(lingkungan hidup). Istilah hukum lingkungan adalah merupakan konsepsi yang
masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya
kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk
melindungi dan memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum
kepadanya, sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang
disebut hukum lingkungan.
Pada tanggal 11 maret 1982
telah diberlakukan undang undang nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan ketentuan
pokok pengelolaan lingkungan hidup, di singkat dengan UULH dan disempurnakan
dengan UUPLH, tanggal 19 September 1997.
Menurut penjelasan UULH,
istilah “lingkungan hidup” dan “lingkungan” dipakai dalam pengertian yang sama.
Lingkungan hidup bedasarkan pasal 1 angka 1 UULH-UUPLH adalah: kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lain.
Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli:
1. S. J. McNaughton dan Larry
L. Wolf
Lingkungan hidup adalah semua
faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi
kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme.
2. Prof. Dr. Ir. Otto
Soemarwoto
Lingkungan hidup adalah jumlah
semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi
kehidupan kita.
3. Prof. Dr. St. Munadjat
Danusaputro, SH
Lingkungan hidup adalah semua
benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang
terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan
manusia dalam jasad hidup lainnya.
RUU PLH yang dihasilkan DPR
telah mengalami perubahan dan penyempurnaan yang cukup substansial dibanding
RUU yang diajukan oleh pemerintah (Presiden). Perubahan tersebut tidak hanya
dari jumlah pasalnya saja, dari 45 menjadi 52, namun juga beberapa hal prinsip
seperti perubahan pada pasal kelembagaan, termasuk kewenangan Menteri
Lingkungan, impor B3, hak-hak prosedural seperti hak gugat organisasi
lingkungan, dan pencantuman dasar hukum bagi gugatan perwakilan (representative
action).
1. Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No 23 tahun 1997 dianggap
memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan kasus sengketa
lingkungan hidup pada kala itu. Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya tiga
masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997, yakni:
1. Persoalan subtansial yang
berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command and control) AMDAL maupun
perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum dijadikannya AMDAL sebagai
persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal; penormaan
yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan
Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik pidana yang belum mengatur
hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi
aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan
global.
2. Masalah struktural yaitu
berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan.
3. Problem kultural yaitu masih
rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
Kerena adanya banyak
kelemahan-kelemahan tersebutlah mengapa pada akhirnya UU No. 23 Tahun 1997
diganti dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. UU No 32 tahun 2009 tidak sekedar menyempurnakan sejumlah
kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya, tetapi juga secara komprehensif
mengatur segala hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. UU ini pada
akhirnya akan berorientasi pada penguatan institusional terutama Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) dan peran seluruh elemen untuk memandang kasus
lingkungan sebagai problem bersama yang subtansial.
DASAR HUKUM DALAM MENGELOLA LINGKUNGAN
1. Hak Atas Lingkungan Hidup
yang Baik dan Sehat
Bedasarkan Pasal 5 ayat (1)
UULH-UULPH hak ini dimiliki setiap orang, yaitu orang seorang, kelompok orang,
atau badan hukum. Walaupun demikian, di samping mempunyai hak, menurut pasal 5
ayat (2) UULH “setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan
mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya”.
Penuangan hak perseorangan
berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak merupakan hak asasi
pada tingkat Undang-Undang Dasar tetapi hanya hak biasa pada Tingkat
Undang-Undang.
2. Hak Untuk Berperan Serta
dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hak ini terdapat dalam Pasal 6
ayat (1) UULH, berdampingan dengan kewajiban setiap orang untuk berperanserta
dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, mencakup tahap perencanaan maupun
tahap tahap pelaksanaan dan penilaian. Hakekat sebenarnya dari hak
berperanserta adalah dalam prosedur pengambilan keputusan tata usaha negara,
khususnya tentang izin lingkungan.
JENIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
Penyelesaian Sengketa di
Pengadilan digolongkan kepada:
1. Sengketa Hukum Administratif
2. Sengketa Hukum Pidana
3. Sengketa Hukum Perdata
4. Sengketa Hukum Internasional
5. Class Action
Istilah Class Action (CA) atau
disebut pula dengan actio popularis diartikan dalam bahasa Indonesia secara
beragan di sebut dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok atau ada juga yang
menyebutkan gugatan berwakil.
Peraturan Mahkamah Agung/PERMA No 1 tahun 2002 Memuat
beberapa prinsip yaitu:
1. Persyaratan jumlah anggota
kelompok (prinsip numerosity)
Perma ini tidak menetapkan
kriteria tentang berapa jumlah paling sedikit supaya disebut gugatan class
action.
2. Prinsip kesamaan fakta,
Hukum dan Tipikalis
Prinsip ini merupakan karakter
khusus dari class action yang di sebut commonality. Harus adanya kesamaan
masalah, dasar hukum, kesamaan tuntutan dari para korban dan pembelaan yang
dilakukan oleh tergugat.
3. Prinsip Kelayakan Mewakili
(Adequancy of Representation)
Perma menentukan bahwa wakil
kelompok haruslah memiliki sifat: kejujuran, kesungguhan, kemampuan, pendidikan
dan status sebagai wakil kelompok
4. Formal Gugatan
Adanya fakta yang mendasari
gugatan(posita) dan inventarisasi tuntutan (petitum)
5. Posita Gugatan
Mekanisme beracara biasanya di
haruskan supaya berisikan data atau identifikasi fakta-fakta atau peristiwa
yang jelas.
6. Identitas Penggugat
Identitas diharuskan bagi wakil
kelompok secara lengkap dan jelas
7. Surat Kuasa
Dalam perma ini tidak
diisyaratkan surat kuasa khusus
8. Penetapan tentang sah atau
tidak Gugatan Perwakilan
Pada awal pemeriksaan di
persidangan pengadilan secara wajib memeriksa mengenai kriteria gugatan
perwakilan
9. Prinsip Pemberitahuan kepada
Anggota Kelompok
Apabila hakim telah menyatakan
sah mengenai gugatan perwakilan, maka setelah itu hakim segera memerintahkan
penggugat untuk mengajuan usulan model pembritahuan kepada kelompoknya.
Dengan cara: langsung, media
cetak, media elektronik, pengumuman di kantor pemerintah.
10. Pernyataan opt out dan opt
in
Opt out yaitu yang menyatakan
dirinya secara tegas keluar dari keanggotaan kelompok.
Opt in yaitu yang menyatakan
dirinya secara tegas masuk dari keanggotaan kelompok.
11. Konsekuensi Putusan
terhadap Pernyataan keluar
Konsekuensi putusan class
action tidak mengikat para anggota yang keluar (pasal 8 ayat 2). Artinya yang
mengajukan pernyataan keluar lepas dari tanggung awab gugatan secara penuh.
12. Putusan Hakim
Dalam pasal 19 putusan hakim
mengabulkan gugatan secara class action berisi: jumlah ganti rugi secara rinci,
penentuan kelompok atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian
ganti rugi, langkah langkah yang wajib di tempuh oleh wakil kelompok dalam
proses penetapan dan pendistribusian.
1. Legal Standing
Istilah legal standing disebut juga dengan standing, ius standi, persona
standi. Bila di Indonesiakan menjadi hak gugat atau adapula yang menyebutnya
dengan kedudukan gugat, sementara UUPLH 1997 dalam pasal di atas menyebutnya
dengan “hak mengajukan Gugatan”.
1. Citizien
Standing/Citizien Law Suit
Citizien Standing/Citizien Law Suit adalah hak gugat yang menyangkut
masyarakat, LSM, Warga Negara, atau orang perorangan.
Korban pencemaran lingkungan dapat secara sendiri-sendiri atau di wakili
oleh orang lain menggugat pencemaran untuk meminta ganti rugi atau untuk
meminta pencemar melakukan tindakan tertentu.
1. Hak Gugat (legal
standing) secara umum
Artinya secara keperdataan seseorang hanya memiliki hak untuk menggugat
apabila ia memiliki kepentingan yang dirugikan oleh orang lain. Hali ini dapak
kita lihat dalam pasal 34 UUPLH.
1. Hak gugat (legal
standing) LSM
Menurut UUPLH pasal 37, LSM memiliki locus standi atau legal standing untuk
mengajukan gugatan atas nama masyarakat.
1. Gugatan ganti rugi acara
biasa
Bedasarkan UUPLH, korban pencemaran lingkungan dapat meminta civil remedy
berupa ganti rugi(compensation). Ada dua macam tanggung jawab perdata (civil
liability) yang di atur dalam UUPLH, yaitu tanggung jawab bedasarkan kesalahan
(liabilty based on fauly) UUPLH Pasal 34 jo Pasal 1365 KUH Perdata dan tanggung
jawab seketika (strict liabilty) UUPLH Pasal 35 ayat 1.
1. Gugatan Perwakilan Kelas
(class action)
Bedasarkan UUPLH Pasal 37 memberi kemungkinan pada masyarakat untuk
mengajukan gugatan perwakilan (class action) dalam kejadian atau pencemaran
lingkungan hidup. Menurut pasal ini, masyarakat banyak sebagai sebagai anggota
kelas (class members) dapat diwakili oleh sekelompok kecil orang yang disebut
perwakilan kelas (class representative).
Contoh kasus :
Tentang Pelanggaran Hukum Lingkungan yang
dilakukan oleh Perusahaan di Indonesia
Sebagai contoh kasus pencemaran limbah dalam Putusan Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor: 3628/Pid.B/2011/PN.SBY. Dalam putusan ini, Terdakwa merupakan
wakil dari sebuah perusahaan yang terbukti secara sah melakukan dumping limbah
industri ke media lingkungan hidup tanpa izin sehingga menyebabkan sungai
tercemar. Untuk itu, Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara
selama 8 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila
denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Contoh gugatan ganti rugi dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri
Tanjung Pinang Nomor: 26/Pdt.G/2009/PN.TPI. Gugatan ini merupakan gugatan
perwakilan kelompok terhadap Para Tergugat yang melakukan penambangan dan
penimbunan dermaga yang mengakibatkan pencemaran terhadap air laut dan
ekosistem laut serta menimbulkan kematian ikan dan habitat laut tempat mata
pencaharian Para Penggugat.
Untuk itu, Majelis Hakim menyatakan tindakan Para Tergugat yang
mengakibatkan pencemaran terhadap air laut merupakan perbuatan melawan hukum
dan menimbulkan kerugian materiil dan imateriil. Majelis Hakim mengabulkan
gugatan Para Penggugat dan memerintahkan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat
III untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada masing-masing
Penggugat sebesar Rp. 2,88 miliar, dan ditambah dengan kerugian immaterial
sebesar Rp 5 miliar, jadi total ganti rugi yang harus dibayarkan oleh tergugat
sebesar Rp10,76 miliar.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Prof. R. Subekti, SH (2005).
Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa
2. Arus Akbar Silondae, SH., LL.M., dan
Wirawan B. Ilyas, SE., SH., Msi., MH. " Pokok-Pokok Hukum Bisnis",
Salemba Empat Publisher, 2011.
3. Richard Burton S, SH, "Aspek Hukum
dalam Bisnis", Reneka Cipta, Jakarta, 2007.
4. R. Goenawan Oetomo, SH., MBA., "Pengantar Hukum Perburuhan
& Hukum Perburuhan di Indonesia", Grhadhika Press Publisher, Jakarta,
2004.
5. Supriadi, SH., M.Hum, "Hukum Lingkungandi Indonesia" Sinar
Grafika, 2013.
SUMBER:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perburuhan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Abdul Rachmad Budiono, 1995. HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA. Yang
menerbitkan PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar