Minggu, 21 April 2019

7,HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Hukum Pemburuhan,universitas mercu buana,2019

AN NISA RIZKI YULIANTI (MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)
43218010031
Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM (Dosen Pengampu)

AKUNTANSI S1

HUKUM PEMBURUHAN
Pendapat-pendapat ahli hukum mengenai Pengertian Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia :
·         NEH van Asveld menegaskan bahwa Pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang bersangkutan dengan pekerjaan di dalam hubungan kerja dan di luar hubungan kerja.
·         Menurut Molenaar Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ialah bagian dari hukum yang berlaku di suatu negara, yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan buruh dan antara buruh dan penguasa.
·         Menurut Soetiksno memberikan pendapat mengenai Pengertian Hukum Ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seorang secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain dan keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.
·         Pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut Prof. Imam soepomo diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan, baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Di dalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya unsur-unsur hukum ketenagakerjaan, meliputi :
1. Serangkaian aturan yang berkembang kedalam bentuk lisan mauun tulisan
2. Mengatur hubungan antara pekerja dan pemilik perusahaan.
3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperolah balas jasa.
4. Mengatur perlindungan pekerja/ buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/ buruh dsb.

Diketahui bahwa beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari hukum ketenagakerjaan meliputi :
·         Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
·          Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.
·         Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
·         Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja maupun pihak majikan.
·         Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
·         Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan dengan perintah (penguasa).

Hukum perburuhan di Indonesia
Tidak ada definisi baku mengenai hukum perburuhan di Indonesia. Buku-buku hukum perburuhan didominasi oleh karya-karya Profesor Imam Soepomo, guru besar hukum perburuhan di Universitas Indonesia. Karya Imam Soepomo antara lain: "Pengantar Hukum Perburuhan" dan "Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja dan Hukum Perburuhan".
Pasca-reformasi baru-baru ini, karya-karya mengenai hukum perburuhan yang ditulis oleh Prof. Imam Soepomo dianggap oleh sebagian kalangan sudah tidak relevan lagi. Hal ini terutama oleh aktivis serikat buruh dan advokat perburuhan. Meskipun fakultas hukum di perguruan-perguruan tinggi seluruh Indonesia masih menggunakan buku-buku karya Imam Soepomo sebagai rujukan wajib.

Hukum Perburuhan di Era Reformasi
Era Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif dan gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. Hal tersebut terwakili dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan, antara lain: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Dasar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia adalah negara hukum dan menganut sistem hukum Eropa Kontinental. Oleh sebab itu, segala sesuatu harus didasarkan pada hukum tertulis. Sumber hukum ketenagakerjaan saat ini (s/d tahun 2011) terdiri dari peraturan perundang-undangan dan diluar peraturan perundang-undangan. Namun payung hukum utama bagi urusan ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Secara umum, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 juga menjadi payung hukum utama. Berdasarkan pondasi tersebut, maka terbentuklah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) yang menjadi dasar hukum utama dalam bidang ketenagakerjaan. Selain UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan, terdapat sumber hukum lain yang menjadi tonggak pengaturan bagi urusan ketenagakerjaan, baik sumber hukum formil maupun sumber hukum materiil. (Subekti,2005)

Menurut Logemann, ruang lingkup suatu hukum perburuan ialah suatu keadaan dimana berlakunya hukum itu sendiri. Menurut teori yang dijelaskan beliau ada empat ruang lingkup yang dapat dijabarkan dibawah ini, meliputi :

1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Dalam lingkup laku pribadi memiliki kaitannya dengan siapa atau dengan apa kaidah hukum tersebut berlaku. Siapa-siapa saja yang dibatasi oleh hukum tersebut, meliputi :
·         Buruh/ Pekerja
·          Pengusaha/ Majikan
·         Penguasa (Pemerintah)

2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)
Disini ditunjukkan kapan sutu peristiwa tertentu diatur oleh suatu hukum yang berlaku.

3. Lingkup Laku Menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.

4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.

Melihat implementasi buruh di Indonesia saya mengambil sebagai contohnya yaitu Problem Ketenagakerjaan di Indonesia yang sampai saat ini masih terkait dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya SDA tenaga kerja, upah murah dan jaminan sosial yang seadanya. Dan juga perlakuan yang merugikan bagi para pekerja seperti penganiayaan, tindak asusila, penghinaan, intimidasi sampai pelecehan seksual. Akhirnya banyak warga negara Indonesia yang menjadi tenaga kerja di luar negeri dan ini pun menyisakan masalah dengan kurangnya perlindungan dan pengawasan dari negara terhadap para tenaga kerja Indonesia tersebut. Indonesia sebagai negara bercita-cita ingin mensejahterakan rakyatnya seperti yang terkandung dan menjadi amanat dalam Pancasila dan UUD 1945 walaupun dalam prakteknya belum bisa mewujudkan amanat ini terutama terkait dengan permasalahan yng dialami oleh kaum pekerja/buruh. Akar permasalahan yang terjadi pada pekerja/buruh masih terletak pada persoalan-persoalan hubungan dan kesepakatan antara pengusaha dan pemerintah yang akhirnya berimbas kepada pekerja/buruh dan masyarakat sebagai konsumen.  Kasus gratifikasi dan korupsi yang melibatkan pengusaha dan pemerintah akhirnya mengakibatkan kelalaian dalam pengawasan dan penetapan keputusan yang pada akhirnya merugikan kaum pekerja/buruh. Masalah yang muncul akibat dari kelalaian pengawasan dan penetapan keputusan yang tidak adil ini berupa :

1. Masalah Upah.
Salah satu masalah yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan upah yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat sementara upah yang diterima relative tetap, menjadi salah satu pendorong gerakan protes kaum pekerja/buruh. Sistem perburuhan di Indonesia mengacu pada sistem Hubungan Industrial Pancasila, dalam sistem ini kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh adalah setara, memiliki tanggung jawab yang sama, saling menghoramti dan saling memahami. Semua kepentingan harus dibicarakan secara musyawarah. Pemerintah berkepentingan terhadap masalah upah, karena upah merupakan sarana pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus terkait dengan kemajuan perusahaan yang nantinya berpengaruh pada perkembangan perekonomian nasional dana atau daerah. Untuk mengatasi permasalahan upah pemerintah biasanya menetapkan batas minimal upah/Upah Minimum Regional yang harus dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya, walaupun penetapan UMK ini sebenernya bermasalah kerena seharusnya nilai upah sebanding dengan besarnya peran jasa buruh ddalam mewujudkan hasil usaha dari peruasahaan yang bersangkutan.

2. Masalah Pemenuhan Kebutuhan dan Kesejahteraan Hidup.
Aristoteles (filsuf Yunani) mendefinisikan kebutuhan mendasar manusia adalah semua kebutuhan dasar yang menyangkut dimensi manusia meliputi kebutuhan material, kesehatan, kebutuhan sosial (diterima masyarakat) hingga kebutuhan untuk meng-aktualisasi sebagai manusia. Implikasinya adalah setiap manusia berhak untuk secara leluasa mengambil inisiatif untuk memenuhi kebutuhannya. Hak pemenuhan kebutuhan hidup didasarkan pada fakta bahwa manusia adalah mahluk biologis yang memiliki kebutuhan dasar biologis meliputi kecakupan makanan, perlindungan, pakaian, perawatan medis dan pendidikan. Ketika para pekerja/buruh hanya memlliki sumber pendapatan berupa upah, maka pencapaian kesejahteraan bergantung pada kemampuan upah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya, jumlah upah relatif tetap, sementara kebutuhan hidup selalu bertambah seperti biaya pendidikan, perumahan, sakit dll. Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat termasuk pekerja/buruh semakin rendah. Seharusnya pemerintah tidak lepas tangan dari usaha pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya apalagi menyangkut kebutuhan pokok.

3. Masalah Pemutusan Hubungan Kerja.
PHK adalah salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh kaum pekerja/buruh. PHK menjadi hal yang menakutkan bagi kaum pekerja/buruh dan menambah konstribusi bagi pengaangguran di Indonesia. Dalam kondisi ketika tidak terjadi ketidakseimbangan posisi tawar menawar dan pekerjaan merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk hidup, maka PHK menjadi bencana besar yang dapat membuat buruh menjadi traumatis. Problem PHK biasanya terjadi dan menimbulkan problem lain yang lebih besar dikalangan buruh karena beberapa kondisi dalam hubungan buruh-pengusaha. Sebenarnya, PHK bukanlah problem yang besar kalau kondisi sitem hubungan pekerja/buruh dan pengusaha telah seimbang dan adanya jaminan kebutuhan pokok bagi pekerja/buruh sebagaimana bagi seluruh rakyat oleh sitem pemerintahan yang menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sebagai asas politik perekonomiannya.

4. Masalah Tunjangan Sosial dan Kesehatan.
Dalam masyarakat kapitalis seperti saat ini, tugas  negara lebih pada fungsi regulasi, yakni pengatur kebebasan warga negaranya. Sistem ini tidak mengenal tugas negara sebagai pengurus dan penanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Rakyat yang ingin memenuhi kebutuhannya harus bekerja secara mutla, baik untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maupun kebutuhan pelengkapnya. Jika seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya meningkat, ia harus bekerja lebih keras secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini akan menyebabkan kesulitan hidup, terutama bagi rakyat yang sudah tidak dapat bekerja atau bekerja dengan upah yang minim sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

5. Masalah Lapangan Pekerjaan.
1.      Kelangkaan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseimbangan antara jumlah calon pekerja/buruh yang banyak, sedangkan lapangan pekerjaan relatif sedikit, atau banyaknya lapangan kerja, tapi kualitas tenaga kerja pekerja/buruh yang ada tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan pekerjaan ini dapat menimbulkan gejolak sosial, angka pengangguran yang tinggi dapat berakibat padaa aspek sosial yang lebih luas. Melihat permasalahan ketenagakerjaan diatas, tentu saja membutuhkan pemecahan yang baik dan sistematis, karena permasalahan tenaga kerja bukan lagi permasalahan individu yang bisa diselesaikan dengan pendekatan individual, tetapi merupakan persoalan sosial, yang akhirnya membutuhkan penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh. Persoalan  yang sangat erat hubungannya dengan fungsi dan tanggung jawab negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya harus diselesaikan melalui kebijakan dan pelaksanaan oleh negara bukan diselesaikan oleh pekerja/buruh dan pengusaha. Sedangkan masalah hubungan kerja dapat diselesaikan oleh pekerja/buruh dan pengusaha. Menghadapi permasalahan yang ada maka pemerintah tidak cukup dengan hanya merevisi perundang-undangan, melainkan mesti mengacu kepada akar permasalahan ketenagakerjaan itu sendiri. Yang terpenting adalah pemerintah tidak boleh melepaskan fungsinya untuk melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya dalah hal ini kesejahteraan bagi pekerja/buruh. (SPN,2017. https://spn.or.id/masalah-buruh-di-indonesia/)




DAFTAR PUSTAKA
3.      Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa.



6,HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Tindak Pindana Pencucian Uang,universitas mercu buana,2019

AN NISA RIZKI YULIANTI (MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)
43218010031
PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA (DOSEN PENGAMPU)
 AKUNTANSI S1

TINDAK PIDANA KASUS PENCUCIAN UANG

PENCUCIAN UANG
Menurut Wikipedia, Pencucian uang (Inggris:Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Wikipedia)

PENCUCIAN UANG
Secara singkat adalah Upaya untuk mengaburkan asal usul harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah.

Definisi Yuridis pencucian uang
• Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.” (Pasal 1 angka 1 UU No. 8/2010).

PROSES PENCUCIAN UANG BERDASARKAN TEORI
Placement: Penempatan dana yang dihasilkan dari tindak kejahatan ke dalam sistem keuangan.
Layering: Memindahkan atau mengubah bentuk dana melalui transaksi keuangan yang kompleks dalam rangka mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul dana.
Integration: Mengembalikan dana yang telah tampak sah kepada si pelaku sehingga dapat digunakan dengan aman. (https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2010/8TAHUN2010UU.HTM)


HUKUM PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

·         Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).
·         Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).
·         Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.
ALAT BUKTI
Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang ialah:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; dan/atau;
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan Dokumen. (Pasal 73 UU TPPU).

Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. tulisan, suara, atau gambar;
b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. (Pasal 1 Angka 16 UU TPPU).
PENYIDIKAN
“Penyidikan TPPU dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut UU ini.” (Pasal 74 UU TPPU).
Penjelasan Pasal 74 UU TPPU:
Penyidik Tindak Pidana Asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu:
- Polri
- Kejaksaan
- KPK
- BNN
- Ditjen Pajak
- Ditjen Bea dan Cukai
Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya TPPU dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan TPPU dan memberitahukannya kepada PPATK”. (Pasal 75 UU TPPU).
PENUNTUTAN
“Penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara TPPU kepada pengadilan negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap.” (Pasal 76 ayat (1) UU TPPU).
“Dalam hal penuntut umum telah menyerahkan berkas perkara kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua pengadilan negeri wajib membentuk majelis hakim perkara tersebut paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya berkas perkara tersebut”. (Pasal 76 ayat (2) UU TPPU).
PEMBUKTIAN TERBALIK
“Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.“ (Pasal 77 UU TPPU).
“Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).“ (Pasal 78 ayat (1) UU TPPU).
Adanya pembebanan pembuktian pada terdakwa mengenai harta benda/kekayaannya Namun pada dasarnya beban pembuktian tetap berada pada penuntut umum – JPU tidak dapat mengajukan dakwaan tanpa disertai dengan pengajuan bukti-bukti. Hanya unsur ‘Harta Benda/Kekayaan’ yang wajib dibuktikan terdakwa.

PENYITAAN TAMBAHAN
“Dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa masih ada Harta Kekayaan yang belum disita, hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan Harta Kekayaan tersebut.“ (Pasal 81 UU TPPU).

PELINDUNGAN BAGI PIHAK PELAPOR, PELAPOR, DAN SAKSI
“Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor.” (Pasal 83 ayat (1) UU TPPU)
Pasal 16 UU TPPU:
Pelanggaran ketentuan kerahasiaan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
TATA CARA PERMINTAAN KETERANGAN
Permintaan keterangan harus disertai dengan:
a. laporan polisi dan surat perintah penyidikan;
b. surat penunjukan sebagai penuntut umum; atau
c. surat penetapan majelis hakim
(Pasal 72 ayat (4) UU TPPU)
Surat permintaan keterangan harus ditandatangani oleh:
a. Kapolri atau kapolda ... dst;
b. Pimpinan instansi/lembaga/komisi ... dst;
c. Jaksa Agung atau kepala kejaksaan tinggi … dst;
d. Hakim ketua majelis yang memeriksa perkara.
(Pasal 72 ayat (5) UU TPPU)

KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI
Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi. (Subekti,2005)

Kasus Pencucian Uang, Nazaruddin Dituntut 7 Tahun Penjara.


Oleh : Tempo.co Rabu, 11 Mei 2016 18:38 WIB

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menghadiri sidang saksi TPPU dengan terdakwa M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 23 Maret 2016. Anas saat ini masih mendekam di Lapas sebagai terpidana kasus korupsi tindak pidana pencucian uang proyek P3SON Hambalang. TEMPO/Eko Siswono Toyudho.
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dituntut 7 tahun penjara dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
"Kami menuntut agar majelis menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun," ujar jaksa penuntut umum KPK, Kresno Anto Wibowo, di ruang sidang Kartika 2, Pengadilan Tipikor, Rabu, 11 Mei 2016.
Kresno mengatakan, terdakwa juga dikenai denda sebanyak Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Nazaruddin tidak dikenai biaya pengganti, namun hanya membayar biaya perkara sebesar Rp 10 ribu.
Adapun yang memberatkan Nazaruddin adalah ia memanfaatkan kekuatan politik untuk mempermudahnya melakukan korupsi. "Sehingga bisa dikategorikan sebagai perbuatan grand corruption," ujarnya.
Sedangkan yang meringankannya adalah, Nazaruddin dianggap bertindak baik selama persidangan dan membantu penyelidikan penegak hukum dalam membongkar beberapa kasus korupsi.
Kresno menganggap Nazaruddin secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pencucian uang senilai Rp 580 miliar. Sebagian uang itu merupakan gratifikasi dari PT Duta Graha Indonesia (DGI) sebesar Rp 23,1 miliar melalui 19 lembar cek yang diserahkan oleh Direktut PT DGI, Mohamad El Idris.
Selain itu, kata Kresno, Nazaruddin menerima hadiah atau gratifikasi dari PT Nindya Karya sebesar Rp 17,25 miliar melalui Heru Sulaksono.
"Nazaruddin, yang saat itu masih menjabat anggota DPR, diduga menerima hadiah dari PT DGI dan PT Nindya Karya karena telah membantu kedua perusahaan tersebut mendapatkan sejumlah proyek," ujar Kresno.
Nazaruddin terbukti telah mencuci uang haram itu dengan mengalihkan hartanya itu sejak Oktober 2010 hingga 15 Desember 2014 dengan nilai Rp 500 miliar. Selain itu, Nazar didakwa melakukan pencucian uang dengan menyamarkan harta kekayaannya sebesar Rp 80 miliar pada 15 September 2009-22 Oktober 2010.
Atas tindakannya ini, Nazaruddin dianggap terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang juncto . Pasal 55 ayat (1) ke-1 Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang berbunyi : “Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” (https://nasional.tempo.co/read/770111/kasus-pencucian-uang-nazaruddin-dituntut-7-tahun-penjara/full&view=ok )

DAFTAR PUSTAKA
1.      Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa.
2.      Ali,Hapzi,2019.Modul Tindak Pidana Pencucian Uang.

Rabu, 10 April 2019

5,HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Aspek Hukum Lembaga Pembiayaan,universitas mercu buana,2019


AN NISA RIZKI YULIANTI (MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA)
43218010031
Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM (Dosen Pengampu)
AKUNTANSI S1

ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN

LEMBAGA PEMBIAYAAN
Menurut peraturan Presiden No.9 Thn 2009 Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga Pembiayaan meliputi : Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

·         Jenis Lembaga Pembiayaan meliputi :
a)      Perusahaan Pembiayaan:
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

b)      Perusahaan Modal Ventura
Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

c)      Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.

·         Manfaat Lembaga Pembiayaan
Manfaat adanya lembaga pembiayaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kesempatan kerja. Nah, oleh karena itulah lembaga pembiayaan ini harus dimanfaatkan oleh pengusaha dan masyarakat.           Fungsi untuk masyarakat dan fungsi untuk pembangunan infrastruktur. Masyarakat bisa terbantu terkait permasalahan modal untuk usaha dengan adanya lembaga pembiayaan ini. Masyarakat bisa terhindar dari rentenir yang bisa saja sih memberikan pinjaman, tapi bunganya juga sangat tinggi. Nah, lembaga pembiayaan ini bisa membantu pengusaha kecil dengan modal yang terbatas untuk mendapatkan pinjaman dengan syarat yang mudah dan bunga yang ringan.Kemudian, untuk sektor infrastruktur juga berperan dalam membantu pengembang infrastruktur. Tidak semua pengembang infrastruktur punya dana yang besar untuk menjalankan proyeknya. Oleh karena itu, adanya lembaga pembiayaan yang fungsinya hampir mirip dengan bank umum, bisa membantu ketersediaan dana untuk pelaku pengembang infrastruktur ini.

·         Peran Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan memiliki peran cukup penting, yakni sebagai sumber pembiayaan alternatif untuk menunjang pertumbuhan prekonomian nasional, menampung, manyalurkan aspirasi dan minat masyarakat serta berperan penting pada pembangunan, dimana lembaga ini diharapkan masyarakat maupun sebagai pelaku usaha dapat mengatasi masyalah yang umum yakni dari segi permodalan.


·         Peran kegiatan bisnis.
a)      Keuntungan atau Profit
b)      Pengadaan barang/jasa
c)      Kesejahteraan pemilik faktor produksi dan masyarakat
d)     Full employment
e)      Keberadaan perusahaan dalam jangka panjang
f)       Kemajuan atau pertumbuhan
g)      Prestise dan prestasi

FUNGSI ASURANSI

1.      Fungsi Primer
Pengalihan Resiko – Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung (a risk transfer mechanism).

Penghimpun Dana – Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung.

Premi Seimbang – Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium).

2.      Fungsi Sekunder
Export Terselubung – Sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang tak nyata keluar negeri. Perangsang Pertumbuhan Ekonomi – untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.

·         JENIS – JENIS ASURANSI
1)      Asuransi Jiwa
Jenis suransi jiwa ini memberikan suatu keuntungan finansial kepada orang yang ditunjuk atas kematian tertanggung. Berbagai bentuk sebuah asuransi jiwa yang dikeluarkan. Beberapa menyediakan pembayaran hanya sesudah kematian tertanggung, sebagian perusahaan asuransi yang lain ada bisa memungkinkan tertanggung untuk mengklaim dana sebelum kematiannya.

2)      Asuransi kesehatan
Asuransi kesehatan salah satu jenis asuransi yaitu sebuah produk asuransi yang khusus menangani suatu masalah kesehatan yang diakibatkan sebuah penyakit dan menanggung suatu proses perawatan kepada pada anggota asuransi nya. Umumnya termasuk untuk melindungi dan menanggung pada cedera, cacat, sakit, dan kematian karena kecelakaan. Asuransi kesehatan ini bisa dibeli untuk diri sendiri dan untuk orang lain.

3)      Asuransi Kendaraan
Dari sekian jenis asuransi, asuransi Yang sering digunakan asuransi mobil. Yakni asuransi terhadap cedera kepada orang lain atau terhadap suatu kerusakan pada kendaraan orang lain yang disebabkan oleh suatu kendaraan tertanggung. Asuransi mobil juga bisa membayar untuk kehilangan, atau kerusakan, kendaraan bermotor tertanggung.

4)      Asuransi kepemilikan rumah dan properti
Asuransi pemilik rumah untuk melindungi pemilik rumah dari kerugian yang berkaitan dengan tempat tinggal mereka, asuransi properti pribadi ini melindungi terhadap kehilangan, atau kerusakan, barang-barang tertentu milik pribadi. ini termasuk untuk melindungi dan memberikan suatu keringanan jika terjadi kecelakaan pada rumah anda seperti kebakaran dan lain sebagainya.

5)      Asuransi pendidikan.
Salah satu jenis asuransi yang paling populer saat ini. Asuransi pendidikan adalah suatu solusi cerdas untuk menjamin suatu kehidupan menjadi lebih baik. contohnya orang tua yang mengasuransikan sebuah pendidikan anak. Biaya premi yang harus dibayar oleh peserta asuransi tergantung pada jenis pendidikan yang ingin didapatkan kelak.

·         TUJUAN ASURANSI
1)      Tujuan Asuransi untuk Pengalihan Resiko Tujuan Asuransi yang paling utama ialah untu pengalihan resiko. Dalam teori pengalihan resiko, tertanggung sudah menyadari ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika sewaktu-waktu bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, maka dia akan menderita suatu kerugian atau korban jiwa atau cacat raga akan bisa mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya.

2)      Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Ganti Rugi Tujuan asuransi yang selanjutnya ialah pembayaran ganti rugi. Dalam hal ini terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada suatu masalah terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya, bahaya yang mengancam itu tidak senantiasa sungguh-sungguh akan terjadi.
3)      Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Santunan Selanjutnya tujuan asuransi untuk pembayaran santunan yaitu Asuransi suatu kerugian dan juga asuransi jiwa yang diadakan yang berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung.

4)      Tujuan Asuransi untuk Kesejahteraan Anggota Tujuan asuransi yang terakhir yakni untuk kesejahteraan anggotanya. jika beberapa orang berhimpun dalam sebuah perkumpulan, maka perkumpulan tersebut berkedudukan sebagai si penanggung, sedangkan pada anggota perkumpulanlah yang berkedudukan tertanggung.

·         KONSEKUENSI HUKUM YANG TIMBUL DARI PERJANJIAN ASURANSI
Hukum dari suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHPerdata, adalah sebagai berikut :
a)      Berlaku sebagai Undang-undang Pasal 1338 KUHPerdata yang bunyinya “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dari pasal ini terdapat kata “Secara sah” berarti harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana telah ditentukan oleh hukum, dan kata “mengikat sebagai Undang-undang” yang berarti mengikat para pihak yang telah membuat perjanjian.

b)      Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak Perjanjian yang telah dibuat secara sah akan mengikat para pihak. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja (pasal 1338 KUHPerdata) kecuali kesepakatan antara keduanya. Apabila perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak berarti perjanjian tersebut tidak mengikat. Jika ada salah satu pihak ingin menarik kembali atau membatalkan harus memperoleh persetujuan pihak lainnya.

c)      Pelaksanaan dengan itikad baik Didalam pasal 1338 KUHPerdata mengatur bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik yang artinya bahwa perjanjian menuntut kepatutan dan keadilan. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan serta Undang-undang.

Diadakannya perjanjian asuransi bukan berarti bahwa penanggung harus melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, dengan membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung. Pelaksanaan prestasi tertanggung hanya akan direalisasikan apabila peristiwa tertentu yang diperjanjikan itu terjadi dan menimbulkan kerugian kepada tertanggung. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar penanggung itu melaksanakan prestasinya adalah :

1.      Adanya peristiwa yang tidak tertentu
2.      Hubungan sebab akibat
3.      Cacat atau kebusukan benda
4.      Kesalahan sendiri dari tertanggung
5.      Azas indemnity (keseimbangan)
6.      Nilai benda yang dipertanggungkan
7.      Hal-hal yang memberatkan risiko
8.      Subrograsi

9.      Persekutuan dari penanggung


Saya akan mengambil contoh implementasi lembaga pembiayaan yang diterapkan di Indonesia yaitu ;
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
PT. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau PT. Indonesian Eximbank dibentuk melalui UU No.2 Tahun 2009, disebutkan bahwa lembaga ini adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional
  • Memberikan bantuan dalam rangka ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor;
  • Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan tetapi mempunyai prospek (non-bankable but feasible) untuk peningkatan ekspor nasional; dan
  • Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan
Produk keuangan yang ditawarkan:
·         Pembiayaan
Konvensional
1.      Buyer’s credit
Fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada Importir oleh Indonesian Eximbank dalam rangka meningkatkan ekspor terkait.
2.      Kredit investasi ekspor
Pembiayaan yang diberikan kepada eksportir untuk membiayai investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi untuk kegiatan ekspornya
3.      Kredit modal kerja ekspor (KMKE)
Pembiayaan yang diberikan berdasarkan kebutuhan modal kerja eksportir. Produk ini dapat dibagai menjadi dua, yaitu:
·         KMKE transaksional, diberikan berdasarkan modal kerja dalam satu cycle.
·         KMKE tahunan, diberikan sesuai kebutuhan modal kerja berdasarkan data historis penjualan dan proyeksi ekspor dalam satu tahu ke depan (dengan memerhatikan trade cycle yang bersangkutan).

4.      Pembiayaan L/C impor atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN).
Fasilitas pembiayaan atas kewajiban pembayaran L/C atau SKBDN yang diterbitkan Bank pelaksana dalam rangka pembelian (impor) bahan baku, suku cadang atau mesin yang mendukung kegiatan produksi barang atau jasa ekspor.

5.      Penerbitan L/C impor.
Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesian Exim bank untuk menerbitkan L/C dalam rangka pengadaan bahan baku, suku cadang atau mesin untuk mendukung kegiatan ekspor.

Jumlah perusahaan Lembaga Pembiayaan di Indonesia ( 2012 - Agustus 2018). Hingga akhir Agustus 2018 lembaga Pembiayaan di Indonesia mencapai 255 perusahaan. Jumlah Tersebut terdiri dari 188 perusahaan pembiayaan, 65 perusahaan modal ventura dan 2 perusahaan pembiayaan infrastruktur.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Hapzi,ali.2019. Modul Aspek Hukum Lembaga pembiayaan.
2.      Prof. R. Subekti, SH (2005). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa


HBL,An Nisa Rizki,Hapzi Ali,Artikel Studi Kasus PT Gudang Garam,Universitas Mercu Buana,2019

HUKUM BISNIS & LINGKUNGAN (Studi Kasus : PT. Gudang Garam) Dosen pengampu : PROF.DR.IR HAPZI ALI,MM,CMA Disusun Oleh : ...